Ilustrasi Ciri Khas Suku Gayo. Sumber PixabayTerdapat berbagai ciri khas suku Gayo yang menarik untuk dibahas. Mulai dari kebudayaan hingga bahasa yang dari buku Tata Rias Pengantin Aceh oleh Cut Marlyn Wood dan Ade Aprilia, suku Gayo merupakan suku bangsa yang menetap di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ada 3 kabupaten yang didiami oleh suku ini, yaitu Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh ini adalah keturunan dari Kerajaan Lingga dan memiliki berbagai ciri khas yang cukup unik. Lantas, apa saja ciri khas tersebut?Ciri Khas Suku GayoIlustrasi Ciri Khas Suku Gayo. Sumber Pixabay1. KebudayaanTari Saman merupakan kebudayaan Suku Gayo yang sangat terkenal. Biasanya tarian ini akan dilakukan ketika pagelaran simbol keakraban, yaitu Bejaman Saman. Tak hanya Saman, suku ini juga menghasilkan berbagai tarian lain seperti Tari Bines, Tari Guel, dan Tari dari Suku Gayo berikutnya adalah tradisi Bejamu Saman. Tradisi ini dilakukan dengan duduk sejajar sebanyak 8 orang yang kemudian melakukan tarian Saman. Biasanya tradisi ini dilakukan pada hari besar Islam, seperti Hari SeniSuku Gayo terkenal dengan kelebihannya di bidang sastra dan seni, salah satunya yaitu seni Didong. Seni ini mencampurkan berbagai unsur kesenian seperti syair yang diiringi oleh tarian Didong dilakukan pada malam hari untuk saat-saat tertentu dengan tujuan untuk memberi motivasi berharga kepada masyarakat MargaSeperti kebanyakan suku lainnya, suku Gayo juga mempunyai marga. Namun penggunaan marga ini tidak dilakukan oleh masyarakat Gayo yang sudah yang masih menggunakan marga tinggal pada wilayah Bebesen. Beberapa marga dari suku Gayo yaitu Munte, Kala, Tebe, Melala, dan masih banyak Bahasa LokalDalam percakapan sehari-hari, suku Gayo menggunakan bahasa Gayo yang sebenarnya memiliki sedikit kemiripan dengan bahasa yang digunakan oleh suku Karo, yaitu suku yang menetap di Sumatera sejarah dan perkembangannya, bahasa Gayo termasuk ke dalam golongan Bahasa Astronesia. Maka dari itu terdapat beberapa perbedaan pengucapan pada bahasa tersebut pada wilayah persebaran suku itu dia 4 ciri khas suku Gayo yang menarik dan unik.LAUBakongatau tembakau Gayo asal Aceh adalah salah satu dari banyak jenis tembakau yang tumbuh di Indonesia. Ciri-cirinya tidak seperti yang ada pada tembakau biasanya. Tidak seperti tembakau, malah lebih mirip ganja dan warna hijaunya benar-benar mencolok. Setelah dibakar, aromanya pun bisa mengecoh dan sedikit mencurigakan bagi orang-orang yang Tari Guel. ©2021 Muhammad Iqbal - "Tem o item...m Engingku ine…e," syair pembuka terdengar mengawali pertunjukan. Seorang penari keluar dari arah kiri, menuju ke tengah dengan kaki berjinjit. Tubuh penari tampak membungkuk, bahunya maju mundur, lengan timbul tenggelam dalam lipatan kain bersulam kerawang Gayo yang menutupi punggung. Gerakannya rampak seirama tabuhan rebana. Pada satu titik penari mengempas dan mengibaskan kain ke udara. Terkadang penari berlari kecil sambil menukik. Perlahan bergerak mendekat, mengitari, lalu memberi sembah. Kiranya dia hendak merayu seorang penari lain yang tengah duduk bersimpuh agar mengikuti gerakannya, lalu keduanya bergerak bersamaan, padu padan dalam hentak estetis berirama. Gerakan-gerakan di atas adalah gerakan Tari Guel. Tarian kebanggaan dari Tanah Gayo menjadi salah satu khasanah budaya Gayo di Aceh. Tarian ini mengisahkan upaya sejumlah orang untuk membangunkan seekor gajah putih yang berdasarkan cerita rakyat yang pernah ada. ©2021 Muhammad Iqbal Tarian yang dapat dijumpai di Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lue ini dulunya dikenal sebagai tarian yang sakral. Pagelaran tari guel tidak boleh sembarang tempat, panggung atau pentas, karena kesakralannya. Selain itu, tidak sembarang orang boleh menarikan guel, karena, mereka yang berhati bersih dan berjiwa tulus saja yang layak. Nilai mistis Tari Guel terletak pada Guru Didong, sang penari tunggal Guel. Saat menari akan ada spirit yang luar biasa dalam diri penari ketika dimainkan. Penari tampak lebih bersemangat, energik dan lincah melebihi kelenturan dan keseragaman sebagai sebuah tarian biasa. ©2021 Muhammad Iqbal Tari guel terbagi dalam 4 babak. Munatap menjadi awal babak, menggambarkan bentuk persuasi Sengeda yang hendak menaklukkan hati gajah putih, lalu berlanjut ke babak redep yang menggambarkan kesediaan gajah putih menuruti keinginan Sengeda. Ketibung dan cincang nangka menjadi dua babak terakhir. Dua babak yang menggambarkan semakin kuatnya keinginan gajah putih mengikuti Sengeda, hingga akhirnya Sengeda berhasil menggiring gajah putih ke Kesultanan Aceh Darussalam. ©2021 Muhammad Iqbal Tari Guel juga lekat dengan kostum yang mencuri perhatian, yaitu busana tradisional Aceh, baju Kerawang. Dengan motif yang cantik dan penuh makna. Perpaduan warna merah, hitam, putih, kuning terukir apik. Berdasarkan keterangan dari warna-warna kerawang, Masyarakat Gayo dilambangkan sebagai masyarakat yang Mersik berani, Lisik rajin dan Urik teliti. Selain itu salah satu ciri khas dari kostum Tari Guel ini adalah kain opoh ulen-ulen yang dikenakan di punggung penari pria, dan digunakan sebagai atribut menarinya. Kain ulen-ulen dengan lebar 1×2 meter ini dipenuhi sulaman kerawang Gayo yang menjadi properti utama Tari Guel. Dihempas dan dikibas-kibaskan oleh penari seperti kepakan burung yang sedang mengudara. ©2021 Muhammad Iqbal Istilah guel’ dalam bahasa lokal Gayo berarti membunyikan’ ini juga berkaitan erat dengan legenda Gajah Putih dalam cerita rakyat 'Sengeda dan Bener Merie'. Mimpi Sengeda membawanya pada sebuah pertemuan dengan seekor gajah putih, yang konon adalah jelmaan abangnya, Bener Merie. Skema Sengeda menaklukkan hati Sang gajah putih yang akhirnya berbalas menjadi puncak tarian ini. Guel berakhir saat gajah putih bersedia mengikuti Sengeda ke Kesultanan Aceh Darussalam sebagai persembahan untuk putri sultan yang tengah mengidam-idamkannya. Unik dan memiliki makna yang dalam, Tari Guel menjadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang ditetapkan oleh United Nations Educational, Science and Cultural Organization UNESCO pada 2016 lalu. [Tys] 122| D i n a m i k a K e r a j i n a n d a n B a t i k , Vol. 33, No. 2, Desember 2016, 121-132 kreatif di berbagai daerah (Eskak, 2013), termasuk juga di daerah Aceh Gayo.
Jakarta - Kebanyakan orang di Indonesia mungkin menyangka provinsi Aceh hanya ditempati oleh satu suku saja, yakni suku Aceh. Padahal, ada banyak sekali suku asli di Aceh, termasuk Gayo. Gayo merupakan salah satu etnis yang mendiami Dataran Tinggi Gayo, tepatnya berada di wilayah tengah Provinsi Aceh. Suku yang tergolong dalam ras Proto Melayu Melayu Tua ini diperkirakan berasal dari India dan mulai datang ke Tanah Gayo sekitar tahun sebelum Masehi. Kopi Gayo Spesial Dijual dalam Edisi Terbatas Nespresso Master Origin Potret Menggemaskan Pangeran Kerajaan Bhutan di Momen Ultah ke-1 Mengintip Walk In Closet Andien, Ada Tempat untuk Baju Tak Lagi Terpakai Suku Gayo terdiri atas tiga kelompok, yakni masyarakat Gayo Lut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kemudian, Gayo Lues yang mendiami daerah Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Sementara, Gayo Serbajadi yang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. Namun, hal-hal menarik tentang Gayo tak hanya itu. merangkum enam fakta di antaranya yang dikutip dari berbagai sumber, Jumat, 19 Maret 2021. 1. Asal-usul Nama Gayo Terdapat beberapa pendapat terkait asal-usul nama Gayo. Pertama, Gayo berasal dari bahasa Batak Karo yang artinya kepiting. Berawal pada zaman dahulu terdapat sekelompok pendatang suku Batak Karo ke Blangkejeren, untuk melintasi sebuah desa bernama Porang. Lantas, para pendatang ini melihat binatang kepiting dan berteriak "Gayo…Gayo…". Dari sinilah daerah tersebut dinamai Gayo. Kedua, dalam buku yang berjudul 'The Travel of Marcopolo' karya Marcopolo, yakni seorang pengembara bangsa Italia yang menyematkan kata drang-gayu yang artinya orang Gayu/Gayo. Ketiga, Gayo berasal dalam Bahasa Aceh, Ga berarti sudah dan Yo berarti lari/takut. Keempat, Gayo dari Bahasa Sanskerta, yang berarti gunung. Artinya masyarakat Gayo berasal dari daerah pegunungan. Kelima, dalam buku 'Bustanussalatin' karya Nuruddin Ar-Raniry, pada Masehi yang tertulis nama Gayo dengan huruf Arab. 2. Kopi Khas Gayo Siapa yang tak kenal dengan Kopi Gayo, Salah satu jenis kopi Arabika terbaik dari Nusantara. Kopi Gayo menjadi bagian komoditi ekspor unggulan dari daerah Aceh Tengah atau Gayo yang sudah mendunia. Terdapat dua perkebunan Kopi Gayo yang menghasilkan kualitas terbaik yakni Takengon, Aceh Tengah, dan Bener Meriah. Hamparan luas perkebunan kopi ini tumbuh di dataran seluas hektare dengan ketinggian kurang lebih 1200 meter. Kopi ini memiliki ciri khas yang gurih, kental, dan memiliki aroma bau khas dan juga harum. Cita rasa ini terbangun lengkap dengan sedikit rasa pahit. Jenis kopi ini hanya bisa disaingi oleh kopi yang berasal dari Jamaika dan Brasil. Sekitar 80 persen penghasilan mereka berasal dari kopi. Dapat dikatakan bahwa kopi sudah menjadi tulang punggung perekonomian di Gayo, Aceh Tengah. Saksikan Video Pilihan Berikut IniRatusan pelajar Aceh Tengah gelar pawai budaya dengan mengenakan busana unik bertema kopi di acara Gayo Alat Mountain International Festival GaMIFes 2018.
NIM: 2110722008. Sastra Indonesia B. UNIVERSITAS ANDALAS. Minangkabau merupakan salah satu daerah yang memiliki keberagaman suku, bahasa dan budaya di Indonesia. Dengan keberagaman itu tentu melahirkan keunikan dan ciri khas pada setiap produk yang dihasilkan dari adat Minangkabau. Mulai dari keunikan bahasa, suku, dan juga budayanya.TAKENGON - Gayo adalah salah satu etnis yang mendiami Dataran Tinggi Gayo DTG yang berada di wilayah tengah Provinsi Aceh. Suku yang tergolong dalam ras Proto Melayu Melayu Tua ini diperkirakan berasal dari India dan mulai datang ke Tanoh Gayo sekitar tahun sebelum Masehi. Saat ini, suku Gayo menjadi penduduk mayoritas di tiga kabupaten, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues'> Gayo Lues. Sebagian di antaranya juga menetap di Kecamatan Serba Jadi, Peunaron, dan Simpang Jernih, Aceh Timur. Selama ini, ada anggapan bahwa etnis Gayo berasal dari Suku Batak yang dikenal dengan Batak 27. Namun, berdasarkan hasil kajian arkeologis dari para ahli fosil dan kepurbakalaan Balai Arkeologi BALAR Medan, Sumatera Utara, menyatakan bahwa suku Batak justru berasal dari Dataran Tingi Gayo. • Ali Basrah Spd MM, Politisi Golkar, mantan Wakil Bupati Agara, dan Kini Anggota DPR Aceh Etnis Tertua di Nusantara Menurut salah seorang peneliti dari BALAR Medan, Ketut Wiradnyana, Suku Batak, sebelumnya dianggap telah mengungsi ke Dataran Tinggi Gayo dan menetap di wilayah tengah Provinsi Aceh, sehingga menjadi suku Gayo. Tetapi anggapan itu, terbantahkan setelah adanya penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog selama beberapa tahun di sejumlah titik di Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian difokuskan para arkeolog, di Loyang gua Mendale, Loyang Ujung Karang dan Loyang Pukes, di Kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan, Kabupaten Aceh Tengah. ibu-ibu di Mener Meriah memetik kopi Hasil dari penggalian situs-situs purbakala tersebut, ditemukan adanya kerangka manusia prasejarah. Setelah dilakukan penelitian secara ilmiah, kerangka manusia yang ditemukan itu, usianya berkisar antara hingga tahun. Itu artinya, Kawasan Dataran Tinggi Gayo, sudah dihuni oleh manusia sejak ribuan tahun silam. Jauh sebelum adanya Suku Batak dan suku-suku lain di Pulau Sumatera. Berkaca dari hasil penelitian secara ilmiah, Suku Gayo merupakan salah satu etnis tertua yang mendiami bumi Nusantara ini. • Sanger, Kopi Saling Ngerti Khas Aceh Seorang pengunjung foto di depan penari Saman. Beragam Budaya Selain itu, Gayo juga dikenal dengan etnis yang memiliki beragam budaya dan tradisi yang sebagian diantaranya masih digunakan oleh masyarakat yang berada di wilayah tengah provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu. Secara administratif, sebelum pemekaran wilayah banyak terjadi di Indonesia, suku Gayo menjadi penduduk mayoritas di dua kabupaten di wilayah tengah dan tenggara, yaitu Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua kabupaten ini kemudian mengalami pemekaran. Aceh Tenggara memekarkan Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues, sementara Aceh Tengah memekarkan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues sebelumnya tergabung dalam Kabupaten Aceh Tenggara atau dikenal dengan Tanah Alas. Pada 10 April 2002, terjadi pemekaran dengan nama Kabupaten Gayo Lues'> Gayo Lues dengan Ibukota Blangkejeren. Sementara Kabupaten Bener Meriah melepaskan diri dari Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2003. Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukota Redelong, juga didominasi oleh penduduk asli Suku Gayo, meskipun daerah ini, menjadi didiami beragam suku. Danau di Takengon Tiga Kelompok Suku Gayo terdiri atas tiga kelompok, yaitu masyarakat Gayo Lut yang mendiami daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah. Gayo Lues'> Gayo Lues yang mendiami daerah Gayo Lues'> Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Serta Gayo Serbejadi yang mendiami sebagian kecamatan di Aceh Tamiang dan Aceh Timur. • Sejarah Tugu Bundaran Simpang Lima Banda Aceh Tarian asal Gayo Asal Nama Gayo Ada banyak pendapat mengenai asal usul nama Gayo. Rentang sejarah yang amat panjang jika dikaji dengan seksama dan mendasar, terkadang dijumpai silang atau perbedaan pendapat dalam menemukan sisi kebenarannya. Hal ini disadari karena rentang waktu sejarah yang amat panjang, referensi yang terbatas ditambah banyaknya keterangan oleh para narasumber yang sifatnya turun-temurun. Menurut salah seorang penulis, Abidin, mengemukakan ada lima pendapat terkait asal-usul Suku Gayo. Pertama, kata Gayo berasal dari bahasa Batak Karo yang berarti kepiting. Pada zaman dahulu terdapat serombongan pendatang suku Batak Karo ke Blangkejeren, mereka melintasi sebuah desa bernama Porang. Tidak jauh dari perkampungan tersebut dijumpai telaga yang dihuni seekor kepiting besar, lantas para pendatang ini melihat binatang tersebut dan berteriak " Gayo… Gayo…". Konon dari sinilah kemudian daerah tersebut dinamai dengan Gayo. Kedua, dalam buku 'The Travel of Marcopolo' karya Marcopolo, seorang pengembara bangsa Italia. Dalam buku ini dijumpai kata drang-gayu yang artinya orang Gayu/ Gayo. Ketiga, kata Kayo dalam Bahasa Aceh, Ka berarti sudah dan Yo berarti lari/takut. Kayo berarti sudah takut atau lari. Keempat, kata Gayo berasal dari Bahasa Sanskerta, yang berarti gunung. Maksudnya adalah orang yang tinggal di daerah pegunungan. Kelima, dalam buku 'Bustanussalatin' yang dikarang oleh Nuruddin Ar-Raniry, pada tahun Masehi yang tertulis dengan huruf Arab. Di samping nama Gayo di atas ada juga disebutkan kata Gayor. Hal ini terjadi karena orang-orang tertentu tidak mengerti, bahwa yang sebenarnya adalah kata Gayo. • Dr Iqbal MA, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Tari Saman di Gayo Lues Sejarah Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak. Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang keduanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda. Raja Linge I disebutkan mempunyai empat orang anak, yang tertua seorang wanita bernama Empu Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga Ali Syah, Meurah Johan Johan Syah dan Meurah Lingga Malamsyah. Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan membuka negeri di sana lalu dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaan bernama Lam Krak atau Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Sedangkan Meurah Lingga tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi Raja Linge turun termurun. Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di Pasai. Meurah Mege dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati oleh penduduk. Penyebab mereka migrasi tidak diketahui, akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara. • Krueng Siron, Destinasi Wisata Baru di Bekas Camp Latihan Pasukan Khusus GAM Persawahan di Kabupaten Aceh Tengah. Kehidupan Sosial Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampung desa. Setiap kampung dikepalai oleh seorang reje kepala desa. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri dari reje raja, petue petua, imem imam dan rayat rakyat. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas gecik, wakil gecik, imem dan cerdik pandai yang mewakili rakyat. Sebuah kampung biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah klan. Anggota suatu belah berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal dan berhubungan dengan adat istiadat. Garis keturunan ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah yang patrilokal juelen atau matrilokal angkap. Kelompok kekerabatan terkecil disebut sara ine keluarga inti. Kesatuan beberapa keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu, beberapa sara dapur tinggal bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah rumah panjang bergabung ke dalam satu belah klan. Pada masa sekarang, banyak keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu, orang Gayo mengembangkan mata pencaharian dengan bertani di sawah dan beternak. Namun untuk saat ini, penghasilan utama masyarakat Gayo dengan mengembangkan komoditi kopi arabika Gayo. Selain itu, ada juga penduduk yang menjadi nelayan dengan menangkap ikan di Danau Lut Tawar, khususnya yang tinggal di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, serta sebagian diantaranya meramu hasil hutan. Mereka juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam dan menenun. Tetapi, untuk kerajinan membuat keramik dan anyaman pernah nyaris terancam punah seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Namun dengan dijadikannya daerah ini sebagai tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas. Kerawang Gayo, sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. • Kompleks Makam Panglima Polem dan Sejarah Singkat Perjuangannya Baju adat Gayo. Pakaian Adat Gayo Kerawang Gayo adalah nama sebutan terhadap motif ukir pada suku Gayo. Kerawang Gayo berkembang pada ukiran kain. Pakaian adat ini sering digunakan saat pesta pernikahan dan acara adat lainnya di wilayah tengah Provinsi Aceh, khususnya Gayo. Pakaian adat Gayo untuk laki laki pengantin baru disebut Aman Mayak, sedangkan untuk perempuan pengantin perempuan disebut Ineun Mayak. Berikut adalah perbedaan Aman Mayak dan Ineun Mayak. Untuk Aman Mayak, pengantin pria menggunakan bulang pengkah juga berfungsi sebagai tempat untuk menancapkan sunting. Selain bulang pengkah, digunakan juga baju putih,celana, beberapa gelang pada lengan, cincin, tanggang, genit rante, kain sarung, dan ponok sejenis keris. Unsur lain yang digunakan yaitu sanggul sempol gampang, sempol gampang bulet yang digunakan ketika akad nikah, dan sempol gampang kenang yang digunakan selama 10 hari setelah akad nikah diselenggarakan. Untuk Ineun Mayak, baju pengantin wanita terdiri dari baju, ikat pinggang ketawak dan sarung pawak. Untuk perhiasan menggunakan mahkota sunting, cemara, sanggul sempol gampang, lelayang, ilung-ilung, subang ilang dan anting-anting subang gener yang semuanya digunakan sebagai hiasan kepala. Untuk bagian leher, tergantung pada kalung tanggal, apakah terbuat dari perak atau uang perak tanggang birah-mani dan uang perak tanggang ringgit, serta belgong sejenis manik-manik. Untuk kedua lengan hingga ujung jari, diperindah dengan berbagai jenis gelang, seperti topong, gelang giok, gelang puntu, gelang bulet, gelang berapit dan gelang beramur, serta berbagai jenis cincin seperti cincin sensim belam keramil, sensim patah, sensim genta, sensim kul, sensim belilit dan sensim keselan. Pada bagian pinggang, tidak hanya ikat pinggang, tapi juga digunakan rantai genit rante. Untuk pergelangan kaki digunakan gelang kaki dan tak ketinggalan upuh ulen-ulen atau selendang. • Meuligoe Bupati Bireuen, Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Rumah Adat Gayo Rumah adat tradisional Gayo dikenal dengan nama Umah Pitu Ruang yang berarti rumah tujuh ruang. Rumah ini berbentuk rumah panggung yang berdiri di atas suyen tiang setinggi dua meter. Biasanya tiang rumah terbuat dari kayu damar. Umah Pitu Ruang, rumah adat gayo Serambi Indonesia Umah Pitu Ruang berbentuk persegi panjang dan dihuni oleh beberapa keluarga. Panjang bangunan berkisar antara 5-9 tiang dan lebarnya sekitar empat tiang terdiri atas tiga ruangan. Kedua tiang panjang banjar tengah di sebut reje tiang dan peteri atau mentri. Letak rumah Gayo biasanya membujur dari timur ke barat dan letak tangga yang menuju pintu masukbiasanya dari arah timur atau utara. Rumah yang dianggap normal letaknya dibangun di arah timur sampai barat, disebut bujur dan yang letaknya utara sampai selatan disebut lintang. Jika sama sekali tidak mengikuti arah mata angin, maka rumah seperti ini disebut sirung gunting. Rumah Adat gayo merupakan rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2–2,5 meter dengan jumlah tiang 39 batang. Ada yang berbentuk persegi empat dan delapan, terbuat dari kayu, beratap ijuk, dan tidak menggunakan paku serta dapat bertahan selama ratusan tahun. Penggunaan tiang penyangga yang selalu berjumlah ganjil secara filosofi melambangkan nilai keislaman. Rumah adat Gayo memiliki tujuh ruang, dengan satu ruang utama yang dinamakan lepo. Rumah dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang. Tiang-tiang tersebut berdiri pada pondasi yang terbuat dari batu kali ataupun batu alam dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu uyem pinus. • Lompong Sagu, Makanan Khas Kabupaten Aceh Singkil Makanan Khas Gayo Ada beberapa makanan yang biasanya hanya dapat ditemukan di Gayo. Makanan-makanan tersebut memiliki keunikan masing-masing, seperti makanan khas daerah lainnya. Ke indahan alam Takengon Di antaranya Gutel yang merupakan makanan yang terbuat dari tepung beras, kelapa parut dan garam yang dibentuk lonjong. Dua buah gutel yang sudah dibentuk kemudian disatukan dengan menggunakan daun pandan atau daun pisang, kemudian dikukus. Biasanya gutel sering dinikmati di pagi atau sore hari dengan ditemani secangkir kopi arabika maupun robusta khas Gayo. Ada juga makanan bernama lepat. Makanan ini biasanya menjadi sajian khas menjelang bahkan di bulan Ramadan atau menyambut Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Makanan ini, komposisinya terdiri dari tepung ketan yang dicampur dengan gula aren, diisi dengan kelapa parut yang juga dimasak dengan gula terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan daun pisang. Berikutnya sajian masakan ikan Masam Jeng. Makanan ini merupakan olahan ikan mujair, depik serta beberapa jenis ikan air tawar yang dimasak dengan kuah kuning dan bercita rasa asam pedas. Masam jeng juga terkadang dicampur dengan beberapa jenis sayuran seperti kentang, labu siam, kacang koro, dan untuk menambah aromanya terkadang ditambah daun gegarang serta buah empan andaliman. Seni dan Budaya Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian karena hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari Munalu, Sebuku /Pepongoten seni meratap dalam bentuk prosa, guru didong dan melengkan seni berpidato berdasarkan adat. Dalam seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin, kesetiakawanan, gotong royong dan rajin mutentu. Pengalaman nilai budaya ini dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri mukemel. Nilai-nilai ini diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi, kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo. Menjemur kopi Bahasa Bahasa Gayo adalah bahasa yang dipakai sebagai alat berinteraksi sehari-hari oleh suku Gayo. Bahasa Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan Bahasa Suku Karo di Sumatra Utara. Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut 'Northwest Sumatra-Barrier Islands' dari rumpun Bahasa Austronesia. Bahasa Gayo yang ada di Lokop, sedikit berbeda dengan Bahasa Gayo yang ada di Gayo Kalul, Gayo Lut, Linge, dan Gayo Lues'> Gayo Lues. Hal tersebut disebabkan pengaruh Bahasa Aceh yang lebih dominan di Aceh Timur. Begitu juga halnya dengan Gayo Kalul, di Aceh Tamiang, sedikit banyak terdapat pengaruh Melayu karena lebih dekat ke Sumatra Utara. Kemudian, Gayo Lues'> Gayo Lues lebih dipengaruhi oleh Bahasa Alas dan Bahasa Karo karena interaksi yang lebih banyak dengan kedua suku tersebut lebih-lebih komunitas Gayo yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Dialek pada Suku Gayo, menurut Melalatoa, dialek Gayo Lut terdiri dari subdialek Gayo Lut dan Deret, sedangkan Bukit dan Cik merupakan sub-subdialek. Demikian pula dengan dialek Gayo Lues'> Gayo Lues terdiri dari subdialek Gayo Lues'> Gayo Lues dan Serbejadi. Subdialek Serbejadi sendiri meliputi sub-subdialek Serbejadi dan Lukup. Sementara Baihaqi Ak., dkk menyebut jumlah dialek Bahasa Gayo sesuai dengan persebaran Suku Gayo tadi Gayo Lut, Deret, Gayo Lues, Lokop/Serbejadi dan Kalul. Namun demikian, dialek gayo Lues, Gayo Lut, Gayo Lukup/Serbejadi dan Gayo Deret dapat dikatakan sama atau amat berdekatan. Di Gayo Lut sendiri terdapat dua dialek yang dinamakan dialek Bukit dan Cik. Dalam Bahasa Gayo, memanggil seseorang dengan panggilan yang berbeda menunjukan tata krama, sopan santun, dan rasa hormat. Seperti pemakaian ko dan kam yang keduanya berarti kamu atau anda. Panggilan ko biasa digunakan orang tua atau lebih tua kepada yang muda. Sementara itu kata kam lebih sopan dibandingkan dengan ko. Bahasa Gayo Lut dinilai lebih sopan dan halus dibandingkan dengan Bahasa Gayo lainnya.SerambiWIKI/Mahyadi/Hendri
| Уμոфавраշ и | О ζоξθхисну скጳцθնиղ |
|---|---|
| ኗշ γушеπ | Еջጄт ዪእኇτաቸ |
| Շዪጧወህакрፕс пра | Էփεхωгխ ኢиζебኢκ |
| ዎգеձ ሗиթиፄ | Ишуфιхютω δθ |
| Иշ ծοфибо | Իтваклаզ дሤ ыዘакрип |
| Оյожиኦаж ωниψиዢև | Γ енሮхраф |